feed fish

Kamis, 28 Januari 2010

langkah awal menghilangkan rasa jenuh

Assalamu`alaikum wr wb.
Sebuah produk, pasti akan mencapai titik jenuhnya. Sehingga hal ini mengharuskan setiap perusahaan melakukan innovasi atas produknya. Paling tidak hanya merubah bentuk, walaupun komposisinya tetap. Bisa juga hanya dengan menggalakkan lagi promosi, memperbagus seni pengemasan, bahkan ada yang sampai melakukan merger atau joint venture dengan perusahaan lain hanya demi melakukan sebuah innovation sebuah produk baru. Hal itu tentu saja bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut ditengah persaingan yang menggila.
Titik jenuh, itulah sebuah awal mula yang terkadang begitu mengerikan. Bisa saja seseorang jenuh, sehingga dengan kejenuhannya dia malah tidak berproduksi sama sekali. Jika tubuh diibaratkan sebagai sebuah perusahaan, dimana dia memproses input atau bahan baku menjadi output atau bahan siap pakai. Maka kelangsungan dari tubuh ini haruslah dipertahankan. Sama seperti contoh perusahaan diatas. Manusia itu sendiri adalah makluk yang paling cepat bosan. Sehingga selalu mencari sensasi. Mulai dari hiburan yang masih masuk akal, sampai hiburan yang begitu extreme.

Jika tubuh manusia ibarat kata adalah perusahaan, maka outputnya adalah react atau sikap. Lalu inputnya apa? Hati. Hati adalah dimana sumber segala input dalam tubuh manusia. Bila ia pintar mengelola hati dengan iman yang baik. Maka output yang dihasilkan juga akan baik. Akan tetapi jadi masalah sekarang adalah titik jenuh dari produk manusia itu tadi. Bagaimana menyikapinya? Tentu saja sama seperti dengan perusahaan dalam menyikapi permintaan konsumen yang terus membutuhkan sesuatu yang baru. Yaitu melakukan perubahan.

Hati biasanya berkaitan erat dengan beribadah. Baik itu ritual ataupun social. Ini pun dituntut seimbang sehingga tidak terjadi wanprestasi. Dimana satu lebih tinggi dari lainnya. Kita harus mengakui, bahwa sering kali kejenuhan ini membuat kita menjadi seperti hidup segan mati tak mau. Ingin bekerja rasanya kenapa harus itu-itu saja. Ingin beribadah rasanya itu-itu saja. Sehingga akhirnya malah membuat hilangnya produktivitas tubuh. Lalu apa yang akan terjadi? Maka tubuh itupun bisa di ibaratkan seogok barang yang tak berguna. Mengapa? Karena sudah tidak menghasilkan apapun. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sekitarnya.

Hal ini sebenarnya telah disikapi oleh islam, dimana allah telah bersumpah demi waktu. Manusia itu akan celaka jika dia tidak berbuat kebajikan dan kebaikan. Pun akan celaka bila mereka tidak mengejarkan ibadah dengan baik. Secara sepintas disini manusia diajarkan untuk bisa memanage waktu dengan sebaiknya. Atau dengan kata lain, ada efficiency dari waktu. Lalu kita harus menciptakan hal yang effektif dari kegunaan tersebut.

Sederhananya begini, diakui atau tidak, terkadang manusia ini malas dalam beramal saleh. Misalnya dalam perihal shalat. Sehari lima waktu. Begitu terus sampai ia gugur kewajiban shalat wajibnya. Bosan dan jenuh. Itu adalah sebuah kepastian. Akan tetapi jadi pertanyaan mengapa bisa terjadi? Hal ini dikarenakan kita tidak meningkatkan mutu dari shalat wajib tersebut. Misalnya, biasanya hanya shalat sendiri dirumah. Jika sudah jenuh, maka cobalah dengan shalat berjamaah. Mungkin dimulai dari waktu-waktu yang mudah. Lalu akan jenuh lagi, maka mulailah meningkatkan intensitas shalat berjamaah tepat waktu. Bosan lagi, maka tingkatkan lagi dengan datang sebelum adzan. Jenuh lagi, perbaiki tata cara dari shalat tersebut. Begitu terus sampai akhirnya kita akan benar-benar menikmati keindahan dari sebuah proses yang kita perjuangkan.

Banyak hal sebenarnya yang bisa kita lakukan. Dalam sebuah hal kecil saja bisa saja itu menjadi sebuah innovasi produk yang akan kita jual kepada Allah. Juga kepada diri sendiri. Semakin sering kita berproduksi, maka semakin terasa kegunaan dari tubuh dan hati tersebut. Sering pula kita beranggapan bahwa kita tidak akan bisa menjadi lebih baik. Anggapan ini cenderung menyesatkan dan lebih sering mematikan iman dalam diri. Allah menciptakan manusia dengan kemampuan yang sama. Tidak ada yang dilebih-lebihkan kecuali mereka yang berilmu. Itupun hanya beberapa derajat. Jika demikian, maka economic of scale berlaku juga pada diri kita. Yaitu memanfaatkan kemampuan sampai ke batas produksi dengan harga yang sama.

Maksudnya begini, saat kita melakukan shalat 5 waktu, tubuh ini tetap begitu-begitu saja bukan? Saat kita tidak melakukan apapun, tubuh ini masih sama. Tidak ada yang berubah bukan? Lalu mana yang lebih baik? Diam atau melakukan sesuatu? Nah itulah yang dimaksud dengan economic of scale dimana biaya memproses satu produk dengan memproses seribu produk adalah sama. Jadi lebih baik proses saja sebuah produk dengan kapasitas produksi yang terbanyak. Hingga tidak adalagi idle capacity dalam tubuh kita ini.

Berangkat dari sini, maka sesungguhnya kejenuhan dan kebosanan itu adalah sebuah hal yang bisa diatasi. Bahkan seharusnya tidak perlu terjadi. Tak perlu selalu tenggelam dalam segala hal yang terjadi pada diri ini. Semuanya bisa diatasi jika ada keinginan. Keinginan untuk terus hidup dalam keadaan terbaik. Keinginan untuk terus memanfaatkan semua kapasitas dan kemampuan yang ada. Keinginan untuk terus menggapai ridhaNYA. Dari sini, kita melangkah untuk terus menjadi manusia. Bahkan umat terbaik diantara seluruh umat. Lalu, masih pantaskah kita membiarkan diri ini tenggelam dalam kejenuhan dan kebosanan? Sedangkan semuanya telah allah berikan kepada kita berbagai kemudahan?

Wallahu`alam

Wassalamu`alaikum wr wb

>>>http://yudimuslim.multiply.com/journal/item/386

2 komentar:

secangkir teh dan sekerat roti mengatakan...

salam hangat!
sedang menyimak dengan seksama :)

Metode Bisnis Online Memberikan Bukti Nyata mengatakan...

Terima kasih informasinya, lengkap dan bermanfaat untuk menghilangkan rasa bosan di liburan yang panjang ini.

Posting Komentar